|
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Anak berusaha mengenal
berbagai macam nilai dan norma dalam keluarga. Setiap anggota keluarga
mempunyai tanggung jawab tertentu, keluarga juga dapat menentukan karakter
setiap anggotanya terutama anak. Anak merupakan anggota keluarga yang wajib
dilindungi oleh setiap angota lain yang ada di dalam keluarga. Kebutuhan yang
harus dipenuhi oleh setiap anak perlu diperhatikan sehinga potensi yang
dimiliki oleh anak dapat berkembang dengan baik. Keluarga sangat berperan dalam
melindungi anak. Rasa nyaman dan tenang perlu diciptakan oleh keluarga
terhadapa anak.
Berbagai macam
eksploitasi anak sering kali muncul menjadi masalah dalam masyarakat dan
menjadi kekhawatiran orang tua, perlu diketahui supaya anggota keluarga mencegah
dan dapat melindungi anak. Dalam hal ini peran keluarga muncul harus seperti
apa dan bagaimana menyelesaikan atau mencegah permasalahan yang terjadi
terhadap eksploitasi anak dan kekerasan lainnya. Maka dari itu makalah ini akan
menjelaskan tentang peran keluarga dalam perlindungan dan pemberdayaan hak
anak.
1.2.Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah dalam
makalah ini yaitu:
1.
Apa yang dimaksud keluarga dan orang tua
serta perlindungan dan pemberdayaan hak anak menurut undang-undang perlindungan
anak dan konsolidasi undang-undang perlindungan anak?
2.
Apa saja kategori PBB perlindungan anak
menurut komite hak anak?
3.
Apa tujuan perlindungan dan pemberdayaan
hak anak menurut konsolidasi undang-undang perlindungan anak?
4.
Apa fungsi negara dalam perlindungan dan
pemberdayaan hak anak?
|
6.
Apa kewajiban dan tanggung jawab
keluarga dan orang tua terhadap perlindungan hak anak menurut undnag-undang
perlindungan anak?
7.
Apa peran orang tua dalam perlindungan
dan pemberdayaan hak anak?
8.
Bagaimana pelibatan orang tua dalam
pencegahan dan penanganan tindak kekerasan pada anak usia dini menurut program
pelibatan orang tua dan masyarakat?
1.3.Tujuan
Adapun tujuan dalam makalah ini
yaitu:
1.
Untuk mengetahui pengertian dari
keluarga dan orang tua serta perlindungan dan pemberdayaan hak anak menurut
undang-undang perlindungan anak;
2.
Untuk mengetahui kategori PBB
perlindungan anak menurut komite hak anak;
3.
Untuk mengetahui tujuan perlindungan dan pemberdayaan hak anak
menurut undang-undang perlindungan anak;
4.
Untuk mengetahui fungsi negara dalam
perlindungan dan pemberdayaan hak anak;
5.
Untuk mengetahui fungsi keluarga dalam
perlindungan dan pemberdayaan hak anak;
6.
Untuk mengetahui kewajiban dan tanggung
jawab keluarga dan orang tua terhadap perlindungan hak anak;
7.
Untuk mengetahui peran orang tua dalam
perlindungan dan pemberdayaan hak anak;
8.
Untuk mengetahui pelibatan orang tua
dalam pencegahan dan penanganan tindak kekerasan pada anak usia dini program
pelibatan orang tua dan masyarakat.
|
BAB II
PERAN KELUARGA
DALAM PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN HAK ANAK
2.1 Pengertian Orang Tua dan Anak
serta Perlindungan dan Pemberdayaan Hak
Anak
Ada beberapa pengertian
yang ditetapkan undang-undang perlindungan anak, (2014: 4-5) dalam BAB 1 dengan ketentuan umum Pasal 1
yaitu:
1. Anak
adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak
yang masih dalam kandungan;
2. Perlindungan
anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya
agar dapat hidup, tumbu8h, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi;
3. Keluarga
adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami
istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau keluarga
sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga;
4. Orang
tua adalah ayah dan atau ibu kandung, atau ayah dan atau ibu tiri, atau ayah
dan atau ibu angkat
5. Hak
anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan
dipenuhi oleh yang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara.
|
Konsolidasi
undang-undang perlindungan anak (2016: 243) menetapkan beberapa pengertian
tentang pemberdayaan anak BAB 1 Ketentuan Umum dalam peraturan presiden Pasal 1
yaitu:
1.
Perlindungan perempuan dan anak adalah
upaya pencegahan dan penanganan dari segala bentuk tindak kekerasan dan
pelangaran hak asasi perempuan dan anak, serta memberikan pelayanan kebutuhan
dasar dan spesifik perempuan dan anak dalam penangan konflik sebagai bagian
yang tidak terpisahkan dari kegiatan penanganan konflik.
2.
Pemberdayaan perempuan dan anak adalah
upaya penguatan hak asasi, peningkatan kualitas hidup, dan peningkatan
partisipasi perempuan dan anak dalam membangun perdamaian.
3.
Kekerasan terhadap perempuan dan anak
adalah setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berkaitan
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, mental,
psikologis, termasuk intimidasi, pengusiran paksa, ancaman tindakan tertentu,
pemaksaan atau perampasan kemerdekaan,penelantaran serta menghalangi kemampuan
perempuan dan anak untuk menikmati semua hak dan kebebasannya.
Seperti yang telah
dijelaskan di atas bahwa anak harus dilindungi dari beberapa hal yang dapat
menyekiti anak seperti kekerasan secarafisik atau psikis. Kemampuan anak
berbeda dengan kemampuan orang tua sehingga anak perlu adanya perlindungan dari
keluarga terutama orang tua. Ketidak nyamanan anak dapat mempengaruhi ketika
dia sudah dewasa kelak.
2.2 Kategori
PBB Perlindungan Anak Menurut Komite Hak Anak
Komite Hak Anak PBB
dalam Mulyani (2014) mengategorikan anak membutuhkan perlindungan sebagai
berikut:
1.
Anak yang berada dalam situasi darurat,
yakni pengungsi anak dan anak yang berada di dalam situasi bersenjata;
2.
Anak mengalami masalah hukum;
3.
Anak yang mengalami eksploitasi,
meliputi eksploitasi ekonomi, penyalahgunaan obat, eksploitasi seksual,
penjualan dan perdagangan anak;
4.
Anak yang berasal dari kelompok
minoritas dan masyarakat adat
Perlindungan khusus
yang diberikan oleh orang tua terhadap anak dapat dilihat dari kategori menurut
PBB, orang tua perlu melakukan perlindungan sebaik mungkin untuk menjaga hal
yang tidak diinginkan. Pemerintah luar baikdalam negri berusaha untuk
menetapkan kebijakan yang terbaik dalam perlindungan dengan itu orangtua perlu
ikut serta dalam melakukan perlindungan.
2.3 Tujuan
Perlindungan dan Pemberdayaan Hak Anak
Konsolidasi undang-undang
perlindungan anak (2016: 244) menetapkan tujuan pemberdayaan anak dan perempuan
BAB 1 Pasal 2 “ perlindungan dan pemberdayaan perempuan dan anak dalam konflik
bertuajuan melindungi, menghormati, dan menjamin hak asasi perempuan dan anak
dalam penanganan konflik”. Menurut pasal 3 “perlindungan dan pemberdayaan
perempuan dan anak dalam konflik dilaksanakan oleh kementrian/lembaga terkait
sesuai dengan kewenangan dan pemerintah daerah selain itu pemerintah daerah
dalam melaksanakan perlindungan dan pemberdayaan perempuan dan anak dalam
konflik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b wajib memperhatikan kondisi,
situasi, permasalahan, dan penanganan konflik di daerah. Menurut pasal 14 BAB
III pemberdayaan, bahwa, pemberdayaan anak dalam konflik sebagaimana dimaksud
dalam pasal 12 meliputi upaya untuk meningkatkan pemahaman terhadap anak untuk
tidak melakukan kekerasan dengan melaksakan pendidikan damai dan keadaan
gender.
Dengan adanya ketetapan
undang-undang, setiap pengasuh wajib untuk mengetahui apa hak-hak yang harus
dipenuhi dalam menjalankan tugas mengasuh anak. Anak harus dilindungi dan
dihormati memang salah satu keputusan yang benar, orang tua perlu mengetahui
ketentuan tersebut dan dapat menjalankan tugas sesuai tujuan perlindungan dan
pemberdayaan hak anak.
2.4 Fungsi Negara dalam Perlindungan
dan Pemberdayaan Hak Anak
Sesuai dengan amanah dalam pembukaan UUD 1945, Fungsi Negara
Republik Indonesia adalah mensejahterakan dan memakmurkan rakyat, mencerdaskan
kehidupan bangsa, pertahanan dan keamanan, serta menegakkan keadilan. Hal ini
menegaskan bahwa keberlangsungan hidup setiap individu di bumi Nusantara,
terutama bagi Warga Negara Indonesia, dan juga WNI yang berada di luar wilayah
Indonesia mendapatkan perlindungan hak dari Negara Indonesia, termasuk
perlindungan hak anak yang merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia.
Fungsi Negara untuk mensejahterakan dan memakmurkan rakyat
dalam kaitannya dengan Hak Asasi Manusia tertuang dalam Undang-Undang Dasar
1945 pasal 28 A yang berbunyi “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Lebih lanjut, dikatakan dalam pasal 28
B ayat 2 yang berbunyi “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.
Negara memiliki kewajiban untuk menjamin bahwa anak-anak Indonesai aman dari
tindak kekerasan dan diskriminasi, serta menjamin mereka untuk berkembang (hak
untuk mendapatkan pendidikan).
Anak dianggap sebagai sebuah karunia dari Tuhan Yang Maha
Esa, dan di dalam diri seorang anak tersebut melekat martabat dan harga dirinya
sebagai manusia yang seutuhnya. Seorang anak memiliki potensi untuk maju dan
meneruskan cita-cita perjuangan bangsa serta menjadi penjamin keberlangsungan
eksistensi bangsa dan negara pada masa depan karena kekhususan ciri dan sifat
mereka dan peran strategis yang mereka miliki. Karena tanggung jawab dan peran
besar yang dimiliki oleh anak, ia perlu mendapatkan kesempatan untuk tumbuh dan
berkembang seluas-luasnya secara optimal, baik fisik, mental dan sosial, serta
memiliki moral dan akhlak yang mulia. Untuk mewujudkan ini, seorang anak harus
mendapatkan perlindungan dan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya untuk
mewujudkan kesejahteraan anak serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi. Oleh
karena itu, dibutuhkan dukungan suatu lembaga dan peraturan perundang-undangan
yang dapat menjamin pelaksanaannya.
Pelaksanaan perlindungan terhadap anak serta jaminan atas
hak-haknya diatur dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Yang memiliki kewajiban dalam perlindungan anak bukan hanya Negara, melainkan
juga oleh orang tua, keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Hal ini ditegaskan
dalam pasal 1 ayat 12 yang berbunyi, “Hak anak adalah bagian dari hak asasi
manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga,
masyarakat, pemerintah, dan Negara.”
Negara memiliki kewajiban dan tanggung jawab terhadap anak.
Hal ini diatur dalam Bab IV, Bagian Kedua. Kewajiban dan tanggung jawab Negara
antara lain adalah menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa
membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa,
status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan mental (pasal
21), memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan
perlindungan anak (pasal 22), memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali,
atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap anak, serta
mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak (pasal 23), dan menjamin anak untuk
mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat
kecerdasan anak (pasal 24).
Ketentuan tentang penyelenggaraan perlindungan oleh
pemerintah dan Negara dalam melaksanakan perlindungan dan menjamin
keberlansungan hidup anak diatur dalam Bab IX Penyelenggaraan Perlindungan,
yang dijelaskan dalam pasal 42 hingga pasal 71, meliputi atura tentang agama,
kesehatan, pendidikan, sosial, dan perlindungan khusus.
Untuk mendukung terciptanya efektivitas pelaksanaan dan
penyelenggaraan ini, dibutuhkan dukungan suatu lembaga independen yang diatur
dalam UU No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Bab XI, yaitu Komisi
Perlindungan Anak Indonesia.
Sesuai pasal 76, Zikri (2014) Komisi Perlindungan Anak
Indonesia memiliki tugas, antara lain adalah:
- Melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak;
- Memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak.
Pemenuhan dan perlindungan yang berpihak pada anak dan
memegang teguh prinsip non-diskriminatif, kepentingan terbaik bagi anak (the best interest of child), serta
partisipasi anak dalam setiap hal yang menyangkut dirinya merupakan prasyarat
yang mutlak dalam upaya pemenuhan dan perlindungan hak anak yang efektif. Oleh
karena itu, selain dibentuknya lembaga independen Komisi Perlindungan Anak
Indonesia, atas prakarsa prakarsa Departemen Sosial RI, Tokoh Masyarakat,
Perguruan Tinggi, Organisasi Non-Pemerintah dan Pemerintah, Media Massa dan
kalangan Profesi serta dukungan Unicef, pada tanggal pada tanggal 26 Oktober
1998 dibentuklah Komisi Nasional Perlindungan Anak. Bersamaan dibentuknya
Komnas Perlindungan Anak Melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data
dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan,
evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak
2.5 Fungsi Keluarga dalam Perlindungan
dan Pemberdayaan Hak Anak
Keluarga juga dipandang
sebagai institusi (lembaga) yang dapat memenuhi kebutuhan insani (manusiawi),
terutama kebutuhan bagi pengembangan kepribadiannya dan pengembangan ras
manusia. Apabila mengaitkan peranan keluarga dengan upaya memenuhi kebutuhan
individu, maka keluarga merupakan lembaga pertama yang dapat memenuhi kebutuhan
tersebut. Melalui perawatan dan perlakuan yang baik dari orang tua, anak dapat
memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya, baik fisik-biologis maupun
sosiopsikologisnya. Apabila anak telah memperoleh rasa aman, penerimaan sosial
dan harga dirinya, maka anak dapat memenuhi kebutuhan tertingginya, yaitu
perwujudan diri (self actualization). Kondisi keluarga yang bahagia merupakan
suatu hal yang sangat penting bagi perkembangan emosi para anggotanya (terutama
anak). Kebahagiaan ini diperoleh apabila keluarga dapat memerankan fungsinya
secara baik. Dari penguatan peran keluarga dalam pembentukan kepribadian anak
melalui seminar dan pendampingan masalah keluarga, Lazarusli (2015) Fungsi
dasar keluarga adalah memberikan rasa memiliki, rasa aman, kasih sayang, dan
mengembangkan hubungan yang baik di antara anggota keluarga. Secara
psikososiologis keluarga berfungsi sebagai:
1.
Pemberi rasa aman bagi anak dan anggota
keluarga lainnya;
2.
Sumber pemenuhan kebutuhan, baik fisik
maupun psikis;
3.
Sumber kasih sayang dan penerimaan;
4.
Model pola perilaku yang tepat bagi anak
untuk belajar menjadi anggota masyarakat yang baik;
5.
Pemberi bimbingan bagi pengembangan
perilaku yang secara sosial dianggap tepat;
6.
Pembentuk anak dalam memecahkan masalah
yang dihadapinya dalam rangka menyesuaikan dirinya terhadap kehidupan;
7.
Pemberi bimbingan dalam belajar
keterampilan motorik, verbal dan sosial yang dibutuhkan untuk penyesuaian diri;
8.
Stimulator bagi pengembangan kemampuan
anak untuk mencapai prestasi, baik di sekolah maupun di masyarakat;
9.
Pembimbing dalam mengembangkan aspirasi;
10.
Sumber persahabatan atau teman bermain
bagi anak sampai cukup usia untuk mendapatkan teman di luar rumah.
Hubungan cinta kasih
dalam keluarga tidak sebatas perasaan, akan tetapi juga menyangkut
pemeliharaan, rasa tanggung jawab, perhatian, pemahaman, respek dan keinginan
untuk menumbuh kembangkan anaka yang dicintainya. Keluarga yang hubungan antar
anggotanya tidak harmonis, penuh konflik. Dilihat dalam penguatan peran
keluarga dalam pembentukan kepribadian anak melalui seminar dan pendampingan
masalah keluarga, Lazarusli (2015) dari sudut pandang sosiologis, fungsi
keluarga dapat diklasifikasikan ke dalam fungsi-fungsi berikut:
1.
Fungsi Biologis
Keluarga
dipandang sebagai pranata sosial yang memberikan legalitas, kesempatan dan kemudahan
bagi para anggotanya untuk memenuhi kebutuhan dasar biologisnya. Kebutuhan itu
meliputi:
a. Pangan
dan sandang;
b. Hubungan
seksual suami-istri;
c. Reproduksi
atau pengembangan keturunan (keluarga yang dibangun melalui pernikahan.
2.
Fungsi Ekonomis Keluarga
Ayah
mempunyai kewajiban untuk menafkahi anggota keluarganya (istri dan anak).
Maksudnya, kewajiban suami memberi makan dan pakaian kepada para istri dengan
cara yang baik. Seseorang (suami) tidak dibebani (dalam memberi nafkah),
melainkan menurut kadar kesanggupannya.
3.
Fungsi Pendidikan
Keluarga
merupakan lingkungan pendidikan pertama dan utama bagi anak. Menurut UU No. 2
tahun 1989 Bab IV Pasal 10 Ayat 4: “pendidikan keluarga merupakan bagian dari
jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang
memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral, dan keterampilan”.
4.
Fungsi Sosialisasi
Keluarga
merupakan unit terkecil dari masyarakat, dan lingkungan keluarga merupakan
faktor penentu (determinant factor) yang sangat mempengaruhi kualitas generasi
yang akan datang. Keluarga berfungsi sebagai miniatur masyarakat yang
mensosialisasikan nilai-nilai atau peran- peran hidup dalam masyarakat yang
harus dilaksanakan oleh para anggotanya. Keluarga merupakan lembaga yang
mempengaruhi perkembangan kemampuan anak untuk menaati peraturan (disiplin),
mau bekerjasama dengan orang lain dan lain-lain.
5.
Fungsi Perlindungan Keluarga
Berfungsi
sebagai pelindung bagi para anggota keluarganya dari gangguan, ancaman atau
kondisi yang menimbulkan ketidaknyamanan para anggotanya.
6.
Fungsi Rekreatif
Keluarga
harus diciptakan sebagai lingkungan yang memberikan kenyamanan, keceriaan,
kehangatan dan penuh semangat bagi anggotanya.
7.
Fungsi Agama
Keluarga
berfungsi sebagai penanaman nilai-nilai agama kepada anak agar mereka memiliki
pedoman hidup yang benar. Keluarga berkewajiban mengajar, membimbing atau
membiasakan anggotanya untuk mempelajari dan mengamalkan ajaran agama yang
dianutnya. Bagi kebanyakan anak, lingkungan keluarga merupakan lingkungan pengaruh
inti, setelah itu sekolah dan kemudian masyarakat. Keluarga dipandang sebagai
lingkungan dini yang dibangun oleh orang tua dan orang- orang terdekat. Dalam
bentuknya keluarga selalu memiliki keunikan. Setiap keluarga selalu berbeda
dengan keluarga lainnya.
Penjelasan yang diambil
dari penguatan peran keluarga dalam pembentukan kepribadian anak melalui
seminar dan pendampingan masalah kelaurga
dapat disimpulkan bahwa keluarga mempunyai fungsi yang sangat luas dalam
melindungi atau menjalankan tugas setiap anggota keluarga. Anggota keluarga
harus mempunyai peran yang kuat dalam menjalankan setiap tugasnya. Terutama
orang tua yang mempunyai kewajiban dalam menjalankan tugasnya.
2.6 Kewajiban dan Tangung Jawab Keluarga dan Orang
Tua terhadap Perlindungan Hak Anak
Kewajiban dan tanggung
jawab keluarga atau orang tua dalam undang-undang perlindungan anak (2015: 10)
bagian keempat pasal 26 yaitu:
1.
Orang tua berkewajiban dan bertanggung
jawab untuk mengasuh memelihara, mendidik, dan melindungi anak. Menumbuh kembangkan
anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya. Mencegah terjadinya
perkawinan pada usia anak-anak.
2.
Dalam hal orang tua tidak ada,atau tidak
diketahui keberadaannya,atau karena suatu sebab, tidak dapat melaksanakan
kewajiban dan tanggung jawabnya, maka kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1)
dapat beralih kepada keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Orang tua mempunyai
kewajiban besar untuk melindungi anak seperti yang telah ditetapkan pasal di
atas. Tetapi dengan bergulirnya waktu banyak pula orang tua yang tidak
bertanggung jawab dengan tugasnya sendiri. Disinilah tugas orang tua yang harus
mengubah kebiasaan buruk dalam mengasuh anak menjadi orang tua yang bertangung
jawab dengan menjalankan kewajibannya dan mentaati aturan hukum sesuai
perlindungan anak.
2.7 Peran Orang Tua dalam Perlindungan
dan Pemberdayaan Hak Anak
Keluarga
berarti yaitu yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Ayah dan ibu secara ideal
tidak terpisah tetapi bahu-membahu dalam melaksanakan tanggung jawab sebagai
orang tua dan mampu memenuhi tugas sebagai pendidik. Tiap eksponen mempunyai
fungsi tertentu. Dalam mencapai tujuan keluarga tergantung dari kesediaan
individu menolong mencapai tujuan bersama.ada beberapa peran dalam keluarga
(asfriyanti, 2003) yaitu:
1.
Peran ayah
Peran
yang perlu dilaksanakan oleh seorang ayah yaitu:
a. Sumber
kekuasaan;
b. Dasar
identifikasi;
c. Penghubung
dengan dunia luar;
d. Pelindung
terhadap ancaman dari luar;
e. Pendidik
segi rasional.
2.
Peran Ibu
Peran
yang perlu dilaksanakan oleh seorang ibu yaitu:
a. Pemberi
aman dan sumber kasih sayang;
b. Tempat
mencurahkan isi hati;
c. Pengatur
kehidupan rumah tangga;
d. Pembimbing
kehidupan rumah tangga;
e. Pendidik
segi emosional;
f. Penyimpangan
tradisi.
Menjadi orang yang
berguna, seperti yang dikatakan Rosulullah SAW, khairunnas anfahum linnas yang artinya orang yang baik adalah orang
yang bermanfaat bagi orang lain. Dari kenyataan dalam hidup ini, bahwa seorang
bapak tidak mau tahu tentang mengurus anak. Seorang bapak hanya menyerahkan
soal asuh kepada istri (ibu). Setelah mengetahui beberapa rincian tentang peran
ayah dan ibu diatas hendaknya sebagai orang tua tahu apa yang harus dilakukan
dalam menjalankan tugas dalam keluarga.
2.8 Pelibatan Orang Tua dalam
Pencegahan dan Penanganan Tindak Kekerasan pada Anak Usia Dini
2.8.1
Tanggung
jawab penanganan anak akibat tindak kekerasan
Sering kali terjadi
kekerasan yang melibatkan anak baik itu di sekolah, lingkungan masyarakat, dan
keluarga. Banyak sekali ragam atau bentuk kekerasan yang dilakukan tersangka
kepada korban terutama anak. Beberapa indikator dalam program kegiatan orang
tua dan masyarakat, Nugraha, dkk (2009: 6.25) menunjukan bahwa pemerintah
menempatkan anak sebagai prioritas utama diantaranya yaitu:
1.
Kemarahan akan tersurut apabila mereka
mendengar ada anak yang mengalami kekerasan;
2.
Perumahan yang memadai tersedia
bagiseluruh keluarga, layanan kesehatan dapat terjangkau seluruh keluarga;
3.
Sistem layanan sosial dapat dijangkau
keluarga saat mereka membutuhkan bantuan sebelum kekerasan pada anak terjadi;
4.
Model-model kampanye anti kekerasan
jelas terlihat;
5.
Sistem hukum,pidana atau
perdata,emmiliki dana, staf terlatih yang cukupuntuk menyelesaikan kasus
kekerasan dengan tepat dan adil.
Dengan indikator di
atas dapat dijelaskan bahwa keberadaan kekerasan yang menimpa anak-anak di
masyarakat memang perlu diperhatikan supaya tidak meresahkan,makadengan itu
orang tua perlu membantu beberapa layanan untuk anak usia dini dan program
lainnya supaya dapat mencegah kekerasan pada anak.
Orang tua atau keluarga
sangat berperan dalam segala hal untuk menjamin keselamatan dalam perlindungan
hak anak. Komponen keluarga atau orang tua diperlukan kebijakan, layanan,
sumber daya, dan pelatihan pencegahan kekerasan pada anak yang konsisten dan
terus menerus.program kegiatan orang tua dan masyarakat oleh Nugraha, dkk (2009:
6.26) menjelaskan strategi pencegahan
kekerasan yaitu:
1.
Pencegahan primer untuk semua orang tua
dalam upaya meningkatkan kemampuan pengasuhan dan menjada agar perlakuan salah
satu atau abuse tidak terjadi.
Pencegahan primerini meliputi perawatan anak dan layanan yang memadai,
kebijakan tempat bekerja yang mendukung, serta pelatihan life skill bagi anak. Pelatihan life
skill meliputi penyelesaian konflik tanpa kekerasan, keterampilan menangani
stres, manajemen sumber daya, membuat keputusan efektif, komunikasi
interpersonal secara efektif, tuntunan atau guidance
dan perkembangan anak, termasuk penyalahgunaan narkoba.
2.
Pencegahan sekunder ditunjukan kepada
kelompok masyarakat dengan risiko tinggi dalam upaya meningkatkan keterampilan
dalam pengasuhan, termasuk pelatihan dan layanan korban untuk menjaga agar
perlakuan salah tidak terjadi pada generasi berikut. Kegiatan yang dilakukan
diantaranya dengan melakukan kunjungan rumah bagi orang tua yang baru mempunyai
anak untuk melakukan self assesament
apakah mereka berisiko melakukan kekerasan pada anak dikemudian hari.
3.
Pencegahan tersier dimaksudkan untuk
meningkatkan kemampuan pengasuhan yang menjaga agar perlakuan salah tidak
terulang lagi, di sini yang dilakukan adalah layanan terpadu untuk anak yang
mengalami korban kekerasan,konseling,pelatihan tata laksana stres.
Kasus kekerasan yang
menimpa anak sebenarnya terkait dengan pengasuhan anak. Maka dari itu supaya
hal ini tidak terjadi bisa dilakukan dengan mencari informasi pengasuhan bagi
orang tua. Informasi ini sangat membantu untuk menghindari adanya kekerasan
terhadap anak.
Program pelibatan orang
tua dan masyarakat Nugraha, dkk (2009:6.30) menjelaskan kembali tentang momen
hari anti perdagangan anak yang kedua pada 12 Desember 2004 dilakukan kampanye
penghapusan perdagangan seperti yang diamanatkan dalam Keppres nomor 88 tahun
2002 tentang rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak
yaitu:
1. Melaporkan
kasus perdagangan anak kepada kepolisisan, pendampingan/ LSM setempat apabila
menjumpai orang/ lembaga yang mencari mengirim, memindahkan, menampung atau
menerima tenaga kerja dengan ancaman atau kekerasan lainnya dengan cara
menculik, menipu, dan memperdaya korban;
2. Meminta
aparat atau penegak hukum untukmengusut tuntas dan menghukum pelaku perdagangan
anak;
3. Meminta
orang tua atau wali anak untuk selalu hati-hati apabila ada orang yang
menawarkan, membujuk dan memberi iming-iming anaknya utnuk bekerja, dantidak
diberitahu dengan jelas tempat kerjanya tersebut.
Orang tua harus lebih
waspada dan hati-hati atas kejadian yang terjadi sekarang. Perlu adanya
perhatian lebih dan khusuketika melakukan perlindungan terhadap anak. Tegas
dengan mengatakan argument tetapi lebih mengutamakan kasih sayang yang terjalin
antara orang tua ataukeluarga dan anak.
2.8.2
Pengembangan
Program Pencegahan dan Penanggulang Penganiayaan dan Kekerasan pada Anak
Pencegahan adanya
penganiayaan kekerasan pada anak merupakan tangung jawab setiap orang. Berbagai
macam cara yang ditempuh mungkin sudah dilakukan berbagai cara. Jika penganiayaan
ini dilakukan di suatu lembaga atau sekolah maka pendidik sangat berperan dalam
hal ini. Guru juga harus membantu adanya identifikasi dan sebagainya.
Undang-undang No. 4 tahun 1979 hendaknya ditegakan untuk mewujudkan
kesejahteraan anak sehingga dapat melindungi anak dari berbagai macam
kekerasan. Bab II pasal 2 menyebutkan “anak berhak atas perlindungan terhadap
lingkungan hidup yang membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan
perkembangannya secarawajar”.
Program pelibatan orang
tua dan masyarakat Nugraha, dkk (2009: 6.31) menjelaskan tentang program
pelayanan kesehatan yang terkait dengan individu atau keluarga yaitu:
1.
Kelas persiapan menjadi orang tua di
rumah sakit, sekolah dan institusi di masyarakat;
2.
Memfasilitasi jalinan kasih sayang pada
orang tua baru;
3.
Rujuk orang tua baru pada perawat
puskesmas atau tindak lanjut;
4.
Pelayanan sosial untuk keluarga;
5.
Pelayanan masyarakat untuk individu dan
keluarga;
6.
Rujuk kepada kelompok pendukung di
masyarakat, misalnya: kelompok pemerhati keluarga sejahtera;
7.
Rujuk pada lembaga atau institusi
dimasyarakat yang memberikan pelayanan pada korban.
Orang tua atau keluarga
mempunyai dampak yang sangat dominan bagi anak, sehingga anak perlu adanya
perlindungan kesehatan dan sebagainya. Banyak sekali lembagayang membentukprogram
perlindungan keluarga atau anak untuk memudahkan masyarakat mengadu tentang
ketidak nyamanan yang ada di lingkungan sekitar.
2.8.3
Pengendalian
Diri Orang Tua agar terhindar dari Kekerasan terhadap Anak
Banyak
sekali kejadian yang memicu tindak kekerasan pada anak. Terutama yang sering
menjadi penyebab adalah dalampemberian disiplin yang kurang tepat serta
pemberian hukuman yang kurang sesuai. Orang tua sebaiknya mengetahui cara
mendisiplinkan anak dengan baik. Program perlibatan orang tua dan masyarakat
Nugraha dkk (2009: 6.32) memaparkan tentang beberapa hal yang sesuai
dengan cara mendidik anak yaitu:
1.
Mendisiplinkan anak secara tepat
Hakikat disiplin adalah bagaimana
mengajarkan kepada anak tentang prilaku moral yang dapat diterima kelompok.
Tujuannya adalah memberitahu dan memberikan pengertian dalam diri anak tentang
prilaku yang baik dan buruk, dan untuk mendorongnya memiliki prilaku yang
sesuai dengan standar tersebut.
2.
Cara-cara pemberian disiplin pada anak
Ada beberapacara yang umumnya
diberikan orang tu kepada anak, yaitu:
a.
Disiplin otoriter
Disipin
otoriter merupakan bentuk disiplin yang tradisional yang berdasarkan pada
ungkapan kuno “menghemat cambukan berarti memanjakan anak”. Disiplin ini orang
tua atau pengasuh memberikan peratura-peraturan yang harus dipatuhi oleh anak.
Tahap pola asuh ini anak tidak perlu menjelaskan alasan kenapa tidak mentaati
aturan yang telah diberikanoleh orang tua. Terkadang pola suh ini lebih keras
dari pola asuh yang lainnya, banyak pula pengaruh negatif yang diterima oleh
anak baik fisik maupun psikis.
b. Disiplin
yang lemah
Disiplin
ini adalah dampak dari pola asuh yang diterima oleh orang tuayaitu disiplin
otoriter. Dimana orang tua lebih membebaskan anaktanpa ada aturan dan lebih
memberikan izin apapun yang akan dikerjakan atau dilakukan oleh anak.
c. Disiplin
demokratis
Disiplin
jenis ini,lebih menekankan kenapaperaturan itu dibuat, orangtua menjelaskan semuanya. Anak
bisa mengungkapkan alasannya atu pendapatnya jika tidak setuju dengan peraturan
yang telah dibuat. Walau anak masih sangat muda tetapi kepatuhan harusdiketahui
dan dipahami oleh anak. Anak dan orang tua lebih terbuka dengan alasan mereka
masing-masing.
Beberapa
macam pola disiplin yang telah dijelaskan di atas setiap individu bisa
mengambil mana yang akan diterapkan kepada anak.
3. Dampak
pemberian disiplin pada anak
Penerapan tipe-tipe disiplin yang sudah dijelaskan
akan memberi dampak yang cukup nyata. Pengaruh disiplin dapat memmpengaruhi
hal-hal berikut:
a.
Perilaku
Anak yang mengalami disiplin keras, otoriter,
biasanya akan sangat patuh bila terhadap dengan orang-orang dewasa namun sangat
agresif terhadap teman sebayanya. Sedangkan anak yang orang tuanya lemah akan
cenderung memntingkan diri sendiri, tidak menghiraukan hak orang lain, agresif
dan tidak sosial. Anak yang dibesarkan dengan disiplin yang demokratis akan
lebih mampu belajar mengendalikan perilaku yang salah dan mempertimbangkan
hak-hak orang lain.
b.
Sikap
Anak yang dibesarkan dengan cara
disiplin otoriter maupun dengancara yang lemah, mempunyai ecenderungan untuk
membenci orang yang berkuasa. Anak yang diperlakukan dengan cara otoriter
merasa mendapat perlakuan yang tidak adil. Sedangkan anak yang merasaorang
tuanya lemah merasa orang tua seharusnya memberi tahun bahwa tidak semua orang
dewasa menerima perilakunya. Disiplin demokratisakan menyebabkan kemarahan
sementara, tetapi kemarahan ini bukanlah kebencian. Sikap tersebut sebagai
metode pendidikan anak cenderung menetap dan bersifat umum, tertuju kepada
semua orang yang berkuasa.
c.
Kepribadian
Semakin banyak anak diberi hukuman fisik, semakin
anak menjadi keras kepala dan negativistik. Ini memberi dampak penyesuaian
pribadi dan sosial yang buruk, yang juga memberi ciri khas dari anak yang
dibesarkan dengan disiplin yang lemah. Bila anak dibesarkan dengan disiplin
demokratis, ia akan mampu memiliki penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial
yang terbaik.
Dampak pemberian disiplin di atas
merupakan penjelasan yang harus diketahui oleh setiap pendidik terutama orang
tua yang menjalankan tugasnya sebagai pengasuh. Orang tua dapat emmilih sendiri
disiplin seperti apa yang akan diberikan kepada anak. Orang tua akan
menganggapprilaku otoriter ituadalah haknya, tetapi harus diketahui pula apa
akibat memilih salah satu disiplin tersebut. Begitu pula dengan disiplin lemah
dan demokratisyang berbeda dengan otoriter.
4. Disiplin
bagi anak yang lebih besar
Bagi
anak lebih besar yang sudah masuk usia sekolah, disiplin berkembang
dalamperkembangan moral. Disiplin bagi anak yang lebih besar ini menjadi hal
yang lebih serius lagi. Bagi anak yang sudah sekolah ini kekuatan disiplin
diseimbangkan dengan tahap perkembangannya. Hal yang harus diperhatikan yaitu:
a. Anak
yang sudah sekolah biasanya lebih mengetahui konsep yang semakin kompleksdan
semakin bertanya kenapa ada hal yang harus dijalankan dan tidak. Sebagaimana
hal, tuntutan atas penjelasan lebih besarpula.
b. Pemberian
ganjaran seperti perlakuan khusus bila anak melakukan sesuatu yang baik,
mempunyai nilai yang positif dalam mendorong anak berusaha berbuat lebih baik
lagi. Akan tetapi pemberian pujian dan perlakuan istimewa harus disesuaikan
dengan tingkat perkembangan anak.
c. Pemberian
hukuman harus dilakukan sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Hukuman harus
bersifat lebih mendidik, bukan malah menimbulkan kebencian dan rasa
dipermalukan. Hukuman yang diberikan harus proporsional dengan tingkat
pelanggaran dan anak harus mengerti mengapa hal yang dilakukannya salah.
d. Konsistensi
dalam memberikan hukuman atau ganjaran penting untuk kesalahan yang sama, dan
sebaliknya juga untuk hal yang baik. Apa yang benar dan baik hari ini akan
tetapi benar esok hari. Jangan apa yang hari ini benar dan baik, besoknya
menjadi hal yang dianggap salah dan patut dihukum.
5.
Pemberian hukuman efektif bagi anak
Materi hukuman
padaanak tidak dapat dilepaskan dari pembahasan sebelumnyaa karena materi ini
sangat erat kaitanya dengan penegakan disiplin pada anak. Beberapa hukuman yang
baik bagi anak yaitu:
a. Pengertian
dan makna hukuman
Hukuman
merupakan konsekwensi prilaku negatif. Hukuman haruslah dipandang sebagai
bentuk pertanggung jawaban atas perlakuan yang melanggar batasan yang
ditetapkan. Hukuman tidak harusselalu menyakitkan, dan jangan dijadikan sebagai
luapan kemarahanatau penyaluran emosi (orang tua). Jika harus memberikan
hukuman, hukumlah anakdengan sesuai tingkat pemahaman anak tentang hukuman
tersebut. Hukuman berat akan mengakibatkan anakmenjadi pendendam, dan bila ia
tidak membalaskan dendamnya akan terjadi pengalihan dalam bentuk kekerasan
terhadap orang lain.
b. Tujuan
pemberian hukuman
Menurut Reputrawati (2007), terdaapttiga tujuan yang
harus dipahami orang tua (guru) ketika menghukum anak yaitu:
1)
Hukuman dilakukan sebagai upaya
penegakan peraturan.anak harus tahu setiap rumah memiliki aturan yang wajib
dipatuhi seluruh anggota keluarga, termasuk dirinya.
2)
Hukuman bagian dari pendidikan. Artinya,
hukuman yang diberikan bukan semata-mata bertujuan menghakimi anak yang
melanggar aturan, melainkanjuga menyampaikan misi pendidikan mengenalkan pada
anak tentang mana yang salah dan benar.
3)
Sebagai motivasi. Setiaphukuman harus
disertai penjelasan bahwa tindakan anak yang salah harus diperbaiki dan tidak
diulangi di kemudian hari.
Dengan demikian jika suatu hukuman yang dilakukan
terhadap anak tidak ditujukan untuk ketiga hal di atas, maka sebaiknya hukuman
itu jangan diterapkan. Jika dipaksakan akan sangat merusak anak,termasuk juga
merusak konsep diri anak.
c. Cara
pemberian hukuman efektif pada anak
Hukuman pada dasarnya supaya anak tidak melakukan
kesalah yang sama selanjutnya. Agar hukuman berjalan efektif dan tepat sasaran
ada beberapa pertimbangan yaitu:
1)
Sesuai kadar kesalahan;
2)
Harus konsisten;
3)
Jangan berlebihan;
4)
Tidak bersifat fisik yang menyakitkan;
5)
Tidak membuat malu anak di depan umum;
6)
Tidakmenyerang pribadi;
7)
Bersifat konstruktif;
8)
Bisa dikomunikasikan;
9)
Pemberian reward.
Berikut hal-hal yang perlu diingat sebelum memberi
atau menjatuhkan hukuman pada anak yaitu:
1)
Jangan menghukum bila sedang marah;
2)
Tenangka diri;
3)
Jangan menghukum untuk mempermalukan;
4)
Bersikap pantas;
5)
Langsung menghukum.
Pemberian hukuman dengan cara-cara diatas bisa
mengubah hukuman orang tua tradisional yang terlalu otoriter dan dapat mengubah
anak menjadi disiplin serta nyaman dalam menjalankan tuganya sebagai seorang
anak.
6. Contoh
praktek hukuman yang tepat atas kesalahan pada anak
Orang
tua atau guru harus mampu memberikan hukuman yang tepat atas kesalahan anak.
Berikut ini ada beberapa contoh hukuman untuk setiap kesalahan yang sering
dilakukan anak usia dini yaitu:
a. Jika
anak berbohong
Galilah alasan kenapa anak berbohong. Jika ia
berbohong dengan mengaku karena pekerjaan jelek, jadi tidak mau diperlihatkan.
Hukuman yang bisa diberikan adalah dengan menambah waktu untuk menyelesaikan
pekerjaannya.minta anak untuk mengerjakan ulang pekerjaan tersebut dengan lebih
teliti.
b. Jika
anak berkelahi dengan teman atau saudara
Cari tahu akar masalahnya. Kalau mereka berkelahi
dengan memperebutkan
mainan untuksementara waktu mereka tidak boleh untuk memainkan permainan sampai
semuanya bisa berbagi.
c. Jika
anak mencuri uang
Bila anak mencuri keinginan memiliki mainan
tertentu, maka dia harus berbuat jujur untuk mengungkapkan bahwa dia bersalah
dan bertanggung jawab atas apa yang dilakukan.
d. Jika
anak lupa waktu
Beri kesempatan untuk menjelaskan
kepada anak kenapa bisalupa waktu. Bila terlalu asyik bermain maka harus
peringatkan anak tersebut dengan tugasnya.
e. Jika
anak menelepon terlalu lama
Mengingatkan anak bahwa jika menelpon terlalu lama
menjadi pemborosan dan kurang baik pula.
f. Jika
anak merusak dan menghilangkan barang
Anak harus memperbaiki kerusakannya dan bertanggung
jawab atas apa yang telah dilakukan.
g. Jika
anak bersikap semaunya
Sebelum menghukum sebaiknya orang tua menetapkan
aturan yang harus disepakati dan dilakukan anak.iringan aturan tersebut dengan
pengawasan.orang tua jangan terbiasa mengambil alih pekerjaan yang harus
dilakukan anak. Biarkan anak melakukan sendiri untuk mengerjakan tugasnya.
h. Jika
anak melawan orang tua
Orang tua mencari tahu kenapa dia melawan. Dengan
itulah orang tua harus selalu komunikasi dengan anak guna mencari solusi.
i. Jika
anak malas
Umumnya anak berprilaku seperti ini karena terbiasa
dilayani, sehingga hukuman sering tidak berjalan efektif. Orang tua perlu
memberi penjelasan kegunaan masing-masing aktivitas sampai anak menyadari dan
mau mengubah sikapnya.
Peran orang tua sangat
penting dalam melindungi anak seperti yang telah dijelaskan di atas. Perlindungan
dan pemberdayaan perempuan dan anak terutama anak memang sangat diperhatikan
untuk sekarang. Orang tua mempunyai tanggung jawab yang tinggi dalam hal ini.
BAB
III
PENUTUP
3.1.
Simpulan
Keluarga mempunyai
peran penting dalam melindungi anak baik fisik maupun psikis. Perhatian
terhadap kebutuhan anak memang perlu dipenuhi oleh keluarga atau orang tua.
Setiap keluarga atau orang tua wajib tahu tentang potensi apa yang dimiliki
anak dan dikembangkan dengan baik karena hak anak yang harus diterima perlu
diberikan. Perlindungan yang diberikan keluarga atau orang tua terhadap anak
dapat berupa kasih sayang atas perlakuan yang tidak wajar sehingga dapat
mengakibatkan anak ketakutan atau kekerasan lain baik fisik atau psikis. Peran
orang tua terutama ayah sebagai pemimpin menjadi contoh anak-anak dan menjadi
tulang punggu keluarga, dilain hal bukan hanya itu saja tetapi memberi arahan
dan mendidik yang paling utama dalam segala hal. Ibu mengasuh anak dan memberi
kasih sayang kepada anak sehingga anak menjadi manusia yang berkualitas. Pemerintah
indonesia sangat memperhatikan anak usia dini dengan berusaha melakukan
upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan anak dengan memohon kepada kepala
bersangkutan untuk menetapkan upaya perlindungan dan pemberdayaan tersebut
seperti undang-undang perlindungan anak supaya anak indonesia bisa dilindungi
dan tumbuh sesuai aspek perkembangan dengan optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Asfriyati. (2003). Pengaruh
Keluarga terhadap Kenakalan Anak.
[Online]. Tersedia: fkm-asfriyati.Pdf-reader. [20 Maret 2016].
Konsolidasi Undang-undang Perlindungan Anak. (2016). Konsolidasi Undang-undang Perlindungan Anak.
Jakarta: Visimedia.
Lazarusli, B. (2015). Penguatan
Peran Keluarga dalam Pembentukan Kepribadian Anak melalui Seminar dan
Pendampingan Masalah Keluarga. [Online]. Tersedia: https://lazaruslibudi.blogspot.com. [25 April 2016].
Nugraha, A., Zaman, B., dan Dwiyana, S. D. (2009). Program Pelibatan Orang Tua dan Masyarakat (Edisi
keempat). Jakarta: Universitas Terbuka.
Undang-undang Perlindungan Anak. (2014). Undang-undang
Perlindungan Anak. Bandung: Fokusmedia.
Zikri, M. (2010). Fungsi
Negara dalam Perlindungan Anak. [Online]. Tersedia: https://manshurzikri.wordpress.com. [25 April 2016].
|