Minggu, 08 November 2015

aspek-aspek perkembangan 0-2 tahun


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Masa anak pada hakikatnya menjadi bagian yang esensial dari eksistensiku,eksistensimu,dan eksistensi setiap manusia. Oleh sebab itulah maka pengertian tentang “being” atu kehidupan anak-anak,baik kehidupan kanak-kanak kita sendiri maupun dari anak-anak lain,akan sangat berfaedah bagi pemahaman hakikat manusia (juga pribadi sendiri) dengan begitu kita akan bisa memahami ARTI dan MAKNA yang sebenarnya dari kehidupan secara lebih mendalam.
Tidak benar pendapat yang mengatakan bahwa anak merupakan “manusia dewasa dalam bentuk mini”. Salah pula jika kita berpendapat,bahwa anak merupakan bentuk  replik manusia dewasa, in mini-format (dengan pakaian, gaya, tingkahlaku, pikiran, perasaan, kehidupan batin dan yang lain-lain yang sama dengan orang dewasa. Jadi dalam pembahasan ini akan dibahas mengenai aspek-aspek perkembangan anak usia 0-2 tahun yang meliputi egosentrisme,pembangkangan,dan prilaku lekat.
1.2.Rumusan Masalah
Dalam pembahasan aspek-aspek perkembangan ini ada beberapa rumusan masalah yang akan dibahas diantaranya sebagai berikut :
·         Apa itu perkembangan ?
·         Apa saja aspek-aspek perkembangan usia 0-2 tahun ?
·         Apa saja ciri-ciri dari aspek perkembangan anak usia 0-2 tahun ?
·         Apa saja penyebab dari aspek-aspek perkembangan tersebut muncul pada usia anak  0-2 tahun ?
1.3.Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan adalah sebagai berikut :
·         Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Anak dalam Keluarga
·         Untuk mengetahui apa saja aspek-aspek perkembangan yang ada pada diri anak
·         Untuk mengetahui ciri-ciri aspek perkembangan negatif terhadap anak usia 0-2 tahun
·         Untuk mengetahui cara mengatasi aspek perkembangan negatif pada anak usia 0-2 tahun


BAB II
KAJIAN TEORI
2.1  Pengertian Perkembangan
Perkembangan ialah perubahan-perubahan psiko-fisik sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi psikis dan fisik pada anak, ditunjang oleh faktor lingkungan dan proses belajar dalam rentang waktu tertentu, menuju kedewasaan.
Perkembangan dapat diartikan pula sebagai proses transmisi dari konstitusi psiko-fisik yang herediter, dirangsang oleh faktor-faktor lingkungan yang menguntungkan, dalam perwujudan proses aktif menjadi secara kontinue.

2.2 Aspek-aspek Perkembangan Usia 0-2 Tahun
1.      Egosentrisme
      Egosentris adalah pemusatan pada diri-sendiri, memandang segalanya pada diri-sendiri, merasakan sesuatu untuk dirinya sendiri. Rasa egosentris yang timbul pada individu dikarenakan adanya rasa keingintahuan terhadap sesuatu yang dipandang, yang diamati, dirasakan dan dipikirkan hanya diarahkan pada dirinya saja. Tidak menempatkan dirinya pada orang lain.
2.      Pembangkangan
Merupakan suatu tindakan anak-anak yang terbentuk karena adanya proses yang tidak sesuai dengan usianya, oleh karena itu perilaku membangkang merupakan suatu bentuk prilaku yang harus dijalani anak dalam tahapan, pengertian dan pemahaman terhadap dunia di luar dirinya, sehingga anak dapat membedakan antara dirinya dengan lingkungan nya.
3.      Perilaku Lekat
Tingkah laku lekat (attachment behavior) merupakan tingkah laku yang khusus pada manusia, yaitu kecenderungan dan keinginan seseorang untuk mencari kedekatan dengan orang lain, untuk mencari kepuasan dalam hubungan dengan orang lain tersebut (Monks dkk., 2001).
4.      Bahasa
Bahasa merupakan sarana berkomunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian ini tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk tulisan, lisan, isyarat atau gerak dengan menggunakan kata-kata, kalimat bunyi, lambang, gambar atau lukisan.

5.      Intelegensi
Menurut  David Wechsler, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu.
6.      Sosialisasi
Pengertian sosialisasi secara umum dapat diartikan sebagai proses belajar individu untuk mengenal dan menghayati norma-norma serta nilai-nilai sosial sehingga terjadi pembentukan sikap untuk berperilaku sesuai dengan tuntutan atau perilaku masyarakatnya.
7.      Emosi
Emosi merupakan suatu keadaan atau perasaan yang bergejolak dalam diri individu yang sifatnya disadari. Menurut Goleman (1995) menyatakan bahwa emosi merujuk kepada suatu perasaan, atau pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak.
8.      Bermain
Bermain merupakan salah satu kebutuhan penting bagi anak dan orang tua harus menyadari itu dan tidak melarang anak-anaknya untuk bermain. Orang tua justru harus mengarahkan serta memfasilitasi anaknya untuk bermain. Dengan bermain, anak bisa belajar untuk beradaptasi, bersosialisasi, serta bisa bebas berekspresi.
9.      Peran stimulasi
Stimulasi adalah perangsangan yang berasal dari lingkungan luar anak. Stimulasi merupakan hal yang sangat penting dalam perkembangan kognitif anak. Stimulasi yang terarah akan mempercepat perkembangan anak dibanding yang kurang mendapatkan stimulasi



BAB III
PEMBAHASAN

Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam kajian teori di atas, mengenai perkembangan dan aspek-aspek perkembangan anak usia 0-2 tahun. Maka dalam bab pembahasan, penulis lebih menyudutkan aspek perkembangan anak usia 0-2 tahun yang meliputi egosentrisme, pembangkangan dan perilaku lekat.
3.1              Egosentrisme
            Egosentris adalah pemusatan pada diri-sendiri, memandang segalanya pada diri-sendiri, merasakan sesuatu untuk dirinya sendiri. Rasa egosentris yang timbul pada Individu dikarenakan adanya rasa keingintahuan terhadap sesuatu yang dipandang, yang diamati, dirasakan dan dipikirkan hanya diarahkan pada dirinya saja. Tidak menempatkan dirinya pada orang lain.
            Egosentrisme tidak sama dengan egois. Egois merupakan suatu sikap yang menunjukkan ketamakan, kepentingan, dan kemauan yang berlebihan terhadap hak orang lain terhadap dirinya. Ketamakan dapat dilihat misalkan pada anak yang ingin menguasai semuanya walaupun itu bukan miliknya dan bahkan merusak. Egois sebagai salah satu sifat manusia sangat merugikan terutama dirinya sendiri.
            Jadi, Egosentris menimbulkan perasaan ingin tahu sesuatu yang sifatnya baru dan menarik bagi anak itu sendiri, atau biasa sering melihat suatu benda yang ada di sekitarnya. Ia tidak menghiraukan, namun suatu saat ketika ia melihat benda yang sama, pada tempat yang sama, bersamaan dengan rasa keingintahuannya, kemudian berusaha untuk menghampiri, meraba atau memegangnya. Rasa keingintahuannya ini yang disebut Egosentris.,
Sebaliknya, egosentrisme berlangsung secara tidak sadar, dan merupakan sikap batin yang dimiliki seseorang sebagai pembawaan.      
            Sesuai dengan tahapan perkembangan anak, usia pada saat itu termasuk dalam konseptual, dimana rasa egosentris tertuju hanya pada suatu benda yang diamati, untuk dikenal dan mengerti terhadap benda tersebut. Anak belum mengerti kepunyaan siapa benda itu dan bagaimana benda tersebut. Jadi apabila ada anak yang mengambil barang milik orang lain, itu karena ia tidak mengetahui bahwa barang yang diambilnya itu milik orang. Hasil observasi terhadap anak yang berusia 18 – 24 bulan menunjukkan bahwa;
1.    Egosentris muncul saat anak melihat suatu benda yang baru dan belum dikenal dalam pengertiannya
2.    Egosentris ini tercapai saat anak mempunyai kesempatan untuk mengenal dan memegang beda yang dilihat dan belum dikenalnya
3.    Anak akan meninggalkan benda yang dikenalnya bila benda tersebut tidak dapat dieksplolarisasi
4.    Rasa egosentris bertambah besar saat benda yang diinginkan tidak dapat diraihnya atau ada sesuatu yang menghambatnya.
            Egosentris benda terhambat dikarenakan rasa ketakutan atau banyak larangan terhadap anak yang baru muncul rasa keingintahuan, sering disalahkan dalam memegang dan memainkan sesuatu, dan hal ini memunculkan perilaku;
·           Suka mengganggu teman-temannya dengan mencubit, memukul, dan mendorong
·           Suka merebut benda temannya atau mengambil makanan temannya, mengumpat dan merusak mainan dan benda orang lain
·           Tidak mempunyai keinginan melakukan aktivitas atas anjuran atau suruhan orang lain
·           Perhatian terpecah , sukar untuk konsentrasi dan cepat lelah dalam melakukan aktivitas
·           Aktivitasnya berlebihan dan motorik kasarnya yang lebih dominan daripada motorik halusnya, sehingga anak terhambat dalam menulis. Sementara anak yang terpusatkan rasa keingintahuannya atau egosentrisnya mempunyai kesempatan untuk menuangkan rasa keingintahuannya, maka anak siap untuk melanjutkan perkembangan berikutnya.

Tips mencegah anak menjadi egois:

1.      Orang tua member contoh peduli terhadap orang lain, dengan salaing berbagi kepada orang lain, memberi perhatian dan empati kepda orang lain.
2.      Orang tua harus bersikap adil pada setiap anak sesuai kebutuhan.
3.       Orang tua dapat memberikan penghargaan kepada anak jika berhasil, jika gagal orang tua harus memberikan pemahaman dan tetap memberikan motivasi.
4.      Sejak dini sebaiknya anak diberikan tanggung jawab. Hal ini bertujuan untuk melatih kepedulian terhadap orang lain dan dapat berbagi dengan orang lain.
5.      Ajarkan anak berempati pada lingkungannya, dengan memberikan contoh langsung.
6.       Orang tua menunjukkan dan mendiskusikan hal positif jika anak memperhatikan orang lain. Anak diberi kesempatan untuk berteman, bekerjasama dan menolong orang lain. Dan mendiskusikan akibat negatif kalau egois.
7.      Beri ananda motivasi dan pujian jika dapat berbagi dan menolong orang lain, munculkan perasaan puas pada diri sendiri jika sianak dapat melakukan kebaikan.

3.2  Pembangkangan
Membangkang adalah perilaku yang sedang trend belakangan ini, banyak anak yang mementingkan ego nya sendiri tanpa menghiraukan perintah dari orang tuanya. Mengapa begitu? Perilaku tersebut merupakan suatu tindakan anak-anak yang terbentuk karena adanya proses yang tidak sesuai dengan usianya, oleh karena itu perilaku membangkang merupakan suatu bentuk prilaku yang harus dijalani anak dalam tahapan, pengertian dan pemahaman terhadap dunia di luar dirinya, sehingga anak dapat membedakan antara dirinya dengan lingkungan nya. Tahapan ini sering disebut dengan masa diferensiasi.
Proses pembangkangan pada anak diawali dengan rasa tidak nyaman pada diri anak, rasa tidak aman dan rasa ketidaksukaan pada dirinya maupun lingkungannya.

Ciri-ciri pembangkangan pada anak:
·         Tidak ada kontak atau interaksi antara dirinya dengan orang yang menjadi pembangkangnya
·         Sikapnya menunggu orang yang menjadi pembangkangannya. Jika sedang asyik bermain, maka dalam bermain yang semula aktivitasnya cepat, bila terjadi pembangkangan maka aktivitasnya menjadi lambat.
·         Anak sering mengalami kebosanan dalam bermain, berpindah dari satu permainan kepada permainan lain dalam waktu singkat, sehingga dalam bermain anak menimbulkan kelabilan afektif, yaitu emosi tempo tantrum(naik turun emosinya).
·         Dalam meminta atau berinteraksi dengan orang tua dan yang lebih besar, menunjukan perilaku yang tidak tetap, serba salah.
·         Memang akhir-akhir ini anak melakukan pembangkangan yang sangat sulit ditebak dan diprediksi orang tua, banyak anak yang memberikan kejutan dengan perilaku yang bertentangan dengan harapan orang tua.

Oleh karena itu pembangkangan saat ini dapat dibagi mejadi 3 kategori :
·         Pembangkangan Pasif,  pada pembangkangan ini perilaku anak dalam menanggapi reaksi orang lain dengan pasif, karena ia tidak mengerti apa yang dikehendaki orangtua atau yang di ingini orang tua terhadapnya. Karena ketidaktahuannya, maka anak diam dan tidak melakukan suatu reaksi terhadap perintah dan intervensi orang lain terhadapnya.
·         Pembangkangan Perilaku, dalam pembangkangan ini anak tidak diam, bersembunyi atau lari dari lingkungan, melainkan menggunakan tingkah laku penolakan dengan mengadakan suatu gerakan atau perbuatan yang menyebabkan orang lain sebel, jengkel atau tidak suka. Perilaku yang dilakukan anak dalam pembangkangan ini menunjukan bahwa ia mempunyai suatu keinginan yang belum terselesaikan. Bisa jadi ia tidak siap, tidak berkeinginan dan tidak senang dengan interaksi orang lain terhadapnya.
·         Pembangkangan Sikap, pembangkangan yang dialami pada umunya anak berusaha mengadakan penolakan dalam bentuk diam, atau tidak mengerjakan apa yang telah diperintah, disuruh dan di inginkan orang lain pada dirinya.

            Penyebab pembangkangan pada umumnya karena sering anak disalahkan.Sikap anak menjadi kasar bila sikap membangkang anak diterjemahkan dan diartikan oleh oran tua sebagai anak yang tidak mau menurut, tidak sopan atau tidak patuh yang dengan itu orang tua mulai mengadakan penekanan kalimat “harus”, bisa memaksakan anak untuk melakukan perintah itu agar jangan menjadi kebiasaan
Program pengendalian tingkah laku kasar merupakan suatu proses penyelesaian yang dimulai dengan mengkonseling anak yang bertingkah kasar, yang kemudian baru diberikan program dengan tahapan-tahapan. Berikut tahapan yang dimulai secara umum:
·         Menciptakan suasana rumah yang menyenangkan, rasa aman, dan rasa bebas dari tekanan, dengan cara:
o   Memberikan perasaan yang menyenangkan, penerimaan anak dengan rasa senang
o   Memberikan kesempatan dan kebebasan untuk melakukan apa saja yang tidak merusak dan menghancurkan barang-barang
o   Tidak ada paksaan untuk melakukan apa saja yang diminta ibunya dan ayahnya
o   Mengajak bermain bersama, berpergian bersama, dan melakukan makan bersama-sama dengan diawali mengajak tanpa paksaan.
o   Berikan pelukan saat ia dalam kebingungan, dan saat dia akan berusaha melawan dan yang terutama saat ia pulang kerumah.

·         Mengadakan perubahan pikiran dan perasaan ibunya yang menyatakan bahwa anaknya sangat nakal atau bertingkah kasar. Melihat anak bisa dikendalikan dengan baik dan siap menjadi anak baik dengan cara sebagai berikut :
o   Perhatikan semua yang baik dari ucapan sampai perilaku yang baik saja, yang tidak baik jauhkan dari pikiran kita.
o   Memanggil dengan bahasa yang baik, “anak ibu yang baik, pinter dsb”
o   Sampaikan pesan kebaikan,”kamu akan menjadi orang baik…..dll”
o   Mendengarkan apa yang ingin diucapkan tanpa memberikan komentar yang bertentangan atau penolakan.
o   Memberikan kepercayaan padanya untuk melakukan yang dibutuhkan kita dan meminta tolong sesuatu yang ia mampu melakukannya.
o   Mengadakan tindakan dengan memberikan konsekuensi atas prilaku kasar dan prilaku yang tidak menyenangkan baik dirinya maupun sekelilingnya, dengan melakukan sebagai berikut:
o   Mengatakan dengan tegas, singkat, jelas dan pasti, “ibu tidak suka perbuatanmu ini, tinggalkan dan lakukan yang lain”
o   Menolak salah satu yang menjadi kebutuhannya dan yang sangat diharapkannya kemudian tetap untuk tidak memberikan keinginannya itu meskipun ia sudah meminta maaf dan merayu
o   Hindari rengekan dan rayuan yang dapat memberikan rasa kasih dan simpati kita padanya, usahakan untuk tidak mencabut kata-kata “tidak” dan “tidak suka” kita atas perbuatannya itu.
o   Sabar dan konsisten selalu berusaha terus tanpa menyerah, sehingga kita tidak terkendali dengan perilaku kasarnya.

3.3  Perilaku lekat
Tingkah laku lekat (attachment behavior) merupakan tingkah laku yang khusus pada manusia, yaitu kecenderungan dan keinginan seseorang untuk mencari kedekatan dengan orang lain, untuk mencari kepuasan dalam hubungan dengan orang lain tersebut (Monks dkk., 2001).
 Menurut Monks dkk., pada kelekatan maka pemenuhan keinginan bukanlah merupakan hal yang pokok, namun hal tersebut menjadi penting pada tingkah laku ketergantungan. Berbeda dengan kelekatan, ketergantungan dapat ditujukan pada sembarang orang, namun kelekatan selalu tertuju pada orang–orang tertentu saja. Tingkah laku lekat lanjut Monks dkk., pada anak kecil dapat dilihat sebagai berikut: menangis bila obyek lekatnya pergi, senang dan tertawa bila obyek lekatnya kembali, kemudian juga mengikuti dengan mata, arah menghilangnya obyek lekat tersebut. Tingkah laku lekat ini berkembang di tahun – tahun pertama usia anak (Monks dkk., 2001).

1)        Munculnya tingkah laku lekat
Ada beberapa pendapat mengenai timbulnya tingkah laku lekat (Monks dkk., 2001), yaitu adalah sebagai berikut:
a. Hipotesis mengenai nafsu sekunder
                        Pendapat ini mengatakan bahwa ketergantungan sosial terjadi karena ketergantungan fisik melalui proses belajar; misalnya bila nafsu primer anak selalu terpenuhi oleh orang tertentu atau bila dekat dengan orang tersebut, maka orang tertentu itu akan memperoleh nilai positif bagi anak dan terjadilah pada anak nafsu sekunder terhadap orang tertentu itu, yaitu orang yang mengasuhnya. Anak kemudian akan melekatkan dirinya pada orang yang mengasuhnya tersebut.
b. Keterangan kedua memiliki sifat kognitif persepsual
                        Anak merasa tertarik pada seseorang karena sifat–sifat persepsualnya atau sifat–sifat yang dapat dilihat pada anak. Pada mulanya, roman wajah manusia memiliki daya tarik yang alami bagi anak. Bila anak seringkali melihat orang tertentu, maka anak akan mengenal sifat–sifat khusus orang tertentu itu. Bila orang tersebut ada di dekat anak, maka anak akan merasa aman. Bila ada orang asing datang, maka anak akan mengetahui perbedaannya antara orang asing dengan orang yang telah dikenalnya sebelumnya. Anak akan bersikap negatif terhadap orang yang asing tersebut. Dalam hal ini kelekatan diterangkan oleh proses belajar pengamatan. Pengamatan berulang–ulang terhadap orang–orang tertentu menimbulkan kelekatan.
2). Control theory of attachment (Bowlby)
Bowlby berpendapat bahwa timbulnya kelekatan anak terhadap figur lekat (biasanya ibu) adalah suatu akibat dari aktifnya suatu sistem tingkah laku (behavioral system) yang membutuhkan kedekatan dengan ibu (Bowlby dalam Monks dkk, 2001). Bowlby mengatakan, jika anak ditinggalkan ibu atau dalam keadaan takut, sistem tingkah laku tadi segera menjadi aktif dan hanya bisa dihentikan oleh suara, penampilan, atau rabaan ibu. Kebutuhan anak untuk melekatkan diri, mengikuti, menangis dan tertawa juga merupakan hal–hal penyebab timbulnya tingkah laku lekat anak. Tetapi, apa yang dimaksudkan dengan sistem tingkah laku adalah lebih dari itu.
            Menurut Bowlby, sistem tingkah laku adalah suatu kumpulan tingkah laku yang lebih kompleks dan bertujuan, yang timbul antara bulan ke-9 dan ke-18 usia anak. Sistem tingkah laku ini berkembang karena interaksi anak dengan lingkungannya, terutama dengan ibu. Berdasarkan hal ini, maka menurut Bowlby tingkah laku lekat tadi termasuk kelompok tingkah laku sosial. Sehingga tingkah laku lekat sebagai akibat dari aktifnya suatu sistem tingkah laku disebut control theory of attachment behavior.
            Dalam teorinya pula Bowlby menjelaskan tentang keadaan anak yang kehilangan obyek kelekatan untuk waktu yang agak lama dalam tahun–tahun pertama. Hal ini seperti yang terjadi pada anak adopsi bila pengadopsiannya dilakukan secara paksa atau tidak mementingkan persetujuan anak yang akan diadopsi. Bowlby mencatat tiga stadium tingkah laku anak dalam dituasi semacam itu, yaitu:
fase protes: menangis, agresi, tidak mau makan
fase putus asa: interaksi normal dengan anak–anak dan orang dewasa lain, tetapi acuh terhadap orangtuanya bila ditengok (dikunjungi).
Pada perpisahan yang lama akan menunjukkan tingkah laku tak perduli terhadap kontak dengan orang lain.

3).  Penggantian Obyek Kelekatan
Kemudian akan menimbulkan pertanyaan baru: faktor apakah yang menentukan siapa yang akan menjadi obyek kelekatan pada anak? Dalam Monks dkk., (2001) disebutkan bahwa, ternyata faktor pengasuhan bukan merupakan hal yang menentukan, karena 20% kelekatan pertama ditujukan pada orang yang sama sekali tidak berurusan dengan pengasuhan anak. Ada dua macam tingkah laku yang menyebabkan seseorang dipilih sebagai obyek kelekatan (Monks dkk, 2001), yaitu:
1. Sering mengadakan reaksi terhadap tingkah laku anak yang dimaksudkan untuk menarik perhatian.
2. Sering membuat interaksi secara spontan dengan anak.
Obyek kelekatan tidak selalu hanya satu orang saja. 1/3 dari jumlah anak sejak awal mempunyai kelekatan dengan orang yang berbeda–beda, dan pada usia 1,5 tahun hal tersebut merupakan keadaan yang biasa (Monks dkk, 2001). Ibu biasanya memiliki kedudukan yang paling atas, tetapi pada usia 1,5 tahun, 1/3 dari jumlah anak mempunyai orang lain (bukan ibu) sebagai obyek lekat yang pertama. Bila anak ada di dekat obyek lekat, timbullah keberanian untuk bereksplorasi. Sebaliknya anak akan mengalami ketakutan untuk berpisah dengan obyek lekatnya.
Menurut Maccoby (dalam Ervika, 2000) seorang anak dapat dikatakan lekat pada orang lain jika memiliki ciri-ciri antara lain:
a. Mempunyai kelekatan fisik dengan seseorang
b. Menjadi cemas ketika berpisah dengan figur lekat
c. Menjadi gembira dan lega ketika figur lekatnya kembali
d. Orientasinya tetap pada figur lekat walaupun tidak melakukan interaksi. Anak memperhatikan gerakan, mendengarkan suara dan sebisa mungkin berusaha mencari perhatian figur lekatnya
Secara umum pengelompokan tingkah laku lekat adalah sebagai berikut:
a.  Signaling Behavior (Bowlby dan Ainsworth dalam Adiyanti, 1985).
 Efek dari tingkah laku ini adalah mendekatnya ibu pada anak. Ada beberapa bentuk tingkah laku yang termasuk signaling behavior,
antara lain:
1)      Menangis
2)      Tersenyum dan Meraban
3)      Tanda Acungan Tangan (gesture raised arms)
4)       Mencoba Menarik Perhatian

b. Approaching Behavior
 Tingkah laku ini menyebabkan anak mendekat pada ibu, hal ini membuktikan bahwa seseorang itu mempunyai kecenderungan untuk selalu dekat dengan orang lain. Ada beberapa kategori tingkah laku yang termasuk dalam approaching behavior, yaitu:
  1. Mendekat dan mengikuti
  2. Clinging
  3. Menghisap



BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Jadi, dalam perkembangan anak usia 0-2 tahun memiliki aspek-aspek perkembangan yang meliputi egosentrisme, pembangkangan, dan perilaku lekat. Oleh karena itu setiap anak dibawah umur 3 tahun hampir selalu bersikap seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Dia belum bisa memahami bahwa suatu peristiwa tertentu itu bagi orang lain mempunyai arti yang lain sekali, berbeda dengan pengertian anak tersebut.
Perilaku ibu dianggap memegang peranan penting dalam perkembangan anak karena ibu memegang peranan penting di awal kehidupan seorang anak. Anak mendapatkan kesan pertama mengenai dunia melalui perilaku dan sikap ibu terhadap anak terutama di awal usianya. Jika ibu berlaku baik maka kesan anak tentang dunia dan lingkungan positif dan sikap anak juga akan menjadi positif.
4.2 Saran
Pintu gerbang kekerasan hati anak akan terbuka lebar saat kita mau menerima dan mengerti anak kita, dan anak akan mempersilahkan kita masuk dan bertamu didalam lubuk hatinya yang paling dalam. Ditempat itulah kita dapat meletakan pesan, arahan dan masukan positif bagi kebaikan masa depan anak dengan :
-  Jangan Banyak Melarang. Karena berisiko cedera maka wajar kalau orang tua punya rasa kawatir dan banyak melarang, bahka ada juga orang tua yang sudah mulai melarang ketika anak baru ancang-ancang. Melarang sebenarnya bisa berdampak pada 2 hal, yaitu pertama: anak menjadi punya ketakutan berlebihan hingga tidak berani melakukan aktivitas lain yang cukup menantang. Hal ini berakibat lebih jauh kepada dibayangi rasa bersalah dan takut gagal, yang akibatnya si anak menjadi tidak berani mencoba hal-hal baru. Dengan kata lain ia tumbuh menjadi anak yang pasif dan tidakpunya ide atau gagasa yang kreatif. Kedua: melakukan sembunyi-sembunyi atau di saat tidak dilihat orang tuanya, hal ini lebih berbahaya karena tanpa pengawasan.
-  Beri Peringatan. Daripada melarang lebih baik memberikan peringatan. Misalnya, “Kalau Adik manjat pagar, nanti kaki adik bisa terluka oleh besi runcing itu! Sakit kan?” Bila cara ini masih tidak mempan, coba alihkan perhatiannya dengan menawarkan aktivitas yang lain yang sama-sama menantang namun relatif lebih aman.
-  Beri Reward. Beri reward berupa puijan atau pelukan atas keberhasilan atau apa pun yang telah dilakukan si kecil dengan baik. Sebaliknya bila anak menemui kegagalan saat melakukan aktifitas tertentu, besarkan semangatnya agar mau bangkit lagi dan termotivasi untuk mencoba kembali.
-  Beri Kesempatan. Dengan memberi kesempatan pada si kecil untuk memanjat, selama tidak membahayakan dirinya sebenarnya memiliki manfaat besar. Minimal kehidupan emosionalnya jadi lebih baik, rasa percaya diri makin mantab. Karena anak jadi punya kebanggaan tersendiri bahwa dia mampu melakukan aktifitas lain.
-  Jangan Panik. Orang tua sering panik hingga berteriak ketika anak melakukan tindakan berbahaya seperti memanjat, lari atau koprol. Padahal, berteriak panik ketika anak sudah mulai berguling atau manjat justru hanya akan membuat anak panik. Teriakan orang tua bisa saja menyebabkan gerakannya jadi kaku/tidak terkontrol yang berakibat ia justru jatuh atau terkilir. Jadi coba sikapi dengan santai, kemudian sigap di sampingnya menjaga kemungkinan yang terjadi.






DAFTAR PUSTAKA

 Machmud , Hadi. Psikologi perkembangan. CV Shandra. Kendari. 2010
Adiyanti. M.G., (1985). Perkembangan Kelekatan Anak. Tesis. Yogyakarta: Program
Studi Psikologi Pascasarjana UGM.  
Bretherton, I., Golby, B., & Cho, Eunyoung., (1997). Attachment  and Transmission of
Kartini Kartono, Psikologi Anak, CV. Mandar Maju. Bandung. 2007




Tidak ada komentar:

Posting Komentar